Di dunia ini, tidak ada yang bisa menandingi Didi Kempot. Tidak Robbie Williams, tidak Frank Sinatra, tidak pula Nat King Cole, semuanya tak bisa. Sebab Didi Kempot adalah semesta yang lain dan mulai hits kembali setelah dia jg dinobatkan sebagai Bapak Patah hati Indonesia, dan saya sendiri sebagai penggemar beliau dari kecil lagu" karyanya sudah ga asing dari masih kecil .
Ia lelaki luar biasa yang oleh banyak orang dijuluki sebagai “God Father of broken heart”, bapak patah hati. Julukan yang tentu saja sangat kurang tepat, sebab Didi kempot adalah broken heart itu sendiri.
Saya bertemu langsung dengan dia pertama kali beberapa tahun yang lalu saat ada acara di pemalang lainnya melihat live konser Lord didi di semarang dan yogyakarta bahkan Jakarta .
Didi Kempot bukan semata penyanyi. Ia adalah dimensi waktu. Maka tak berlebihan jika kemudian ada istilah “Waktu Indonesia bagian kembang tebu sing kabur kanginan.”
Katon Bagaskara boleh saja membuat Jogja menjadi tempat yang melemparkan ingatan masa lalunya, atau John Denver membikin West Virginia-nya sebagai labirin nostalgianya. Namun Didi Kempot, baginya kenangan bisa tercecer di mana saja. Di Stasiun Balapan, di Terminal Tirtonadi, di Terminal Kertonegoro, di Pantai Klayar, di Tanjung Mas, di Gunung Purba Nglanggeran, di Parang Tritis. Semuanya adalah lumbung-lumbung kenangan.
Ia penyanyi yang mampu menembus sekat-sekat ketidakmungkinan. “Sewu kuto, uwis tak liwati,” ujarnya dalam lagunya. Padahal jumlah kota dan kabupaten di Indonesia hanya 415. Artinya, ia menembus batas negara untuk mengejar cinta sucinya. Tak banyak yang sanggup berjuang dengan perjuangan yang lebih sakit dari pada dia.
Perjuangan yang ketika ia yakin ia tak bisa memenangkannya,Dia merelakannya, dengan ikhlas. "Umpamane kowe uwis mulyo, lilo aku lilo.”
Cobalah kau sesekali menonton konsernya. Konser yang akan terasa sangat aneh, sebab tak ada air mata yang menetes, namun kepedihan terasa mengalir deras sekali.
Pada akhirnya, kita semua memang harus mengakui. Dia bukan seorang penyanyi. Kita salah besar. Sebab, Dialah nyanyian itu sendiri.
Semua ibu melahirkan anak, tapi tidak dengan ibunya Didi Kempot, Dia melahirkan legenda.
Nderek Bela Sungkawa Lord
5 Mei 2020 - Dari Sobat Ambyar Pemalang
Ia lelaki luar biasa yang oleh banyak orang dijuluki sebagai “God Father of broken heart”, bapak patah hati. Julukan yang tentu saja sangat kurang tepat, sebab Didi kempot adalah broken heart itu sendiri.
Saya bertemu langsung dengan dia pertama kali beberapa tahun yang lalu saat ada acara di pemalang lainnya melihat live konser Lord didi di semarang dan yogyakarta bahkan Jakarta .
Didi Kempot bukan semata penyanyi. Ia adalah dimensi waktu. Maka tak berlebihan jika kemudian ada istilah “Waktu Indonesia bagian kembang tebu sing kabur kanginan.”
Katon Bagaskara boleh saja membuat Jogja menjadi tempat yang melemparkan ingatan masa lalunya, atau John Denver membikin West Virginia-nya sebagai labirin nostalgianya. Namun Didi Kempot, baginya kenangan bisa tercecer di mana saja. Di Stasiun Balapan, di Terminal Tirtonadi, di Terminal Kertonegoro, di Pantai Klayar, di Tanjung Mas, di Gunung Purba Nglanggeran, di Parang Tritis. Semuanya adalah lumbung-lumbung kenangan.
Ia penyanyi yang mampu menembus sekat-sekat ketidakmungkinan. “Sewu kuto, uwis tak liwati,” ujarnya dalam lagunya. Padahal jumlah kota dan kabupaten di Indonesia hanya 415. Artinya, ia menembus batas negara untuk mengejar cinta sucinya. Tak banyak yang sanggup berjuang dengan perjuangan yang lebih sakit dari pada dia.
Perjuangan yang ketika ia yakin ia tak bisa memenangkannya,Dia merelakannya, dengan ikhlas. "Umpamane kowe uwis mulyo, lilo aku lilo.”
Cobalah kau sesekali menonton konsernya. Konser yang akan terasa sangat aneh, sebab tak ada air mata yang menetes, namun kepedihan terasa mengalir deras sekali.
Pada akhirnya, kita semua memang harus mengakui. Dia bukan seorang penyanyi. Kita salah besar. Sebab, Dialah nyanyian itu sendiri.
Semua ibu melahirkan anak, tapi tidak dengan ibunya Didi Kempot, Dia melahirkan legenda.
Nderek Bela Sungkawa Lord
5 Mei 2020 - Dari Sobat Ambyar Pemalang
Post a Comment